Senin, 04 Februari 2013

MENEMBUS NILAI RUPIAH PEYEK KEPITING SAMAKAN OPINI METROPOLITAN




Barat Kota – Pacitan, merupakan sebuah kabupaten kota disisi selatan provinsi yang ber – ibukota Surabaya. Disana, anda dapat menemui banyak hal yang mungkin anda tidak pernah mendapatkan di daerah manapun. Kota kelahiran Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini menawarkan beragam keindahan, mulai dari panorama pantai, keagungan goa, tempat rekreasi , hingga sajian kuliner yang beragam dan wajib untuk dicoba.
            Pacitan yang dahulunya merupakan cerminan kota sepi dan terpencil, kini berubah menjadi kota yang seakan tidak pernah mati. Lalu-lintang arus kendaraan yang ramai dan bahkan seringnya dijumpai kemacetan kecil telah mampu merubah pandangan bahwa Pacitan merupakan kota sunyi. Pembangunan demi pembangunan, kemajuan demi kemajuan yang terkendali dan terkontrol kian digalakkan oleh pemerintah. Pihak swasta-pun juga telah turut serta dalam pembangunan di era kini.
            Tetapi tahukah anda bahwa kota yang mendapat julukan “ Kota Seribu Satu Goa “ ini, kini hampir menyerupai metropolitan? Contoh kecil saja, di Jakarta tidak ada aktivitas yang menyangkut kebutuhan manusia yang tidak menggunakan uang. MCK umum misalnya, dalam satu kali buang air kecil dan air besar saja sudah dikenai biaya Rp 1.000,-  / kepala  dan untuk satu kali mandi dikenai biaya Rp 2.000,- / kepala ( survey pribadi tahun 2010). Sehingga acapkali terdengar pendapat “ Di Jakarta semua makek duit, yang engga’ makek duit cuman buang angin doank”. Mungkin pendapat itu ada benarnya jika dikaitkan dengan kenyataan yang ada di dalam paradigma kehidupan kota Jakarta.
            Begitu juga dengan perekonomian masyarakat. Ada pula pendapat “ Di Jakarta, apa sih yang enggak laku dijual?? Ibaratnya, sampahpun bisa jadi makan.” Dan pandangan semacam ini mungkin juga ada benarnya jika tirai ekonomi masyarakat di buka. Contoh kecil saja, jika di daerah kota kecil kardus bekas hanya dibuang atau di pendam saja, maka disana akan berubah menjadi lembaran uang. Botol-botol aqua disulap menjadi mainan anak-anak yang kemudian dijual demi rupiah. Makanan yang tergolong jajanan pasar juga masih laku ditengah-tengah tandus tanah Ibukota.
            Namun dibalik semua itu, kota besar juga menyimpan sejuta rahasia, sejuta sifat manusia, sejuta kebaikan, dan sejuta kejahatan. Sering dijumpai ketika menonton acara televisi yang menyajikan berita tentang tindak kejahatan yang terjadi di ibukota. Mulai dari perampokan, pencurian, pembunuhan, asusila, hingga narkoba dan konsumsi obat-obat terlarang seperti yang terjadi di kalangan artis baru-baru ini. Disinilah letak sisi gelap kota yang di siang matahari sekan tak mampu menyinari keseluruhan wilayahnya, dan ketika malam tiba peran bintang yang berjuta-juta masih di imbangi dengan milyaran percik lampu yang seakan hinggap di seluruh bagian kota besar itu.
            Paradigma seperti inilah mungkin yang mengilhami kemajuan dan pembangunan kota Pacitan. Akan tetapi di ujung kecil kehidupan, masyarakat Pacitan masih juga dililit kesulitan- kesulitan ekonomi yang berarti. Tahukah anda tentang istilah “ peyek “? Ya, suatu jenis makanan ringan yang dapat pula digunakan sebagai camilan santai dan lauk untuk makan. Wajarnya, peyek yang biasa dipakai untuk hal tersebut umumnya terbuat dari tepung dan kacang, tepung dan ikan laut kecil, serta tepung dan kedelai. Namun bagaimana dengan yang satu ini ?
            Peyek Kepiting. Ya, kota Pacitan juga kaya akan kepiting. Baik kepiting pantai maupun kepiting sungai. Peyek kepiting memang jarang ditemukan dan jarang pula ada yang membuat karena jika dilihat dari struktur fisiknya saja, kepiting mempunyai cangkang dan kaki-kaki yang keras. Namun pengolahan dan pemberian adonan bumbu serta teknik memasak yang tepat, membuat makanan ini laku di pasar. Banyak konsumen yang merasa “ketagihan” dengan makanan ini. Mereka umumnya berpendapat peyek kepiting tersebut lezat dengan pemasakan yang kering dan bumbu begitu terasa.
            Tidak mudah proses pembuatan peyek kepiting tersebut sehingga wajar bila untuk satu plastik kecil  berisi 5-6 peyek kepiting ini dijual dengan harga yang relative tinggi. Yakni Rp 2.500,- / plastik. Masakan ini tidak tersedia di sembarang tempat walaupun status pemasarannya masih di area pasar. Bagi pembaca yang ingin mencoba, peyek kepiting biasa dijajakan di sebuah pasar tradisional yakni Pasar Sundeng yang terletak di Dusun Sundeng, Desa Bangunsari, Kecamatan Pacitan. Lebih tepatnya, kanan jalan arah Pacitan – Pringkuku, arah barat dari perempatan Bapangan. Bagi yang berminat, silahkan untuk datang dan membeli diwaktu pagi karena biasanya terlambat siang sedikit saja, maka persediaan mungkin tidak mencukupi.
            Pacitan memang kota kecil, namun perekonomian masyarakat disana tidak kalah dengan metropolitan dimana segalanya mampu di sulap menjadi lembaran rupiah. Amazing. ( adit)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

:: Beri Kami FeedBack Secara Bijak ::