Barat Kota
– Pacitan, merupakan sebuah kabupaten kota disisi selatan provinsi yang ber – ibukota
Surabaya. Disana, anda dapat menemui banyak hal yang mungkin anda tidak pernah mendapatkan
di daerah manapun. Kota kelahiran Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini
menawarkan beragam keindahan, mulai dari panorama pantai, keagungan goa, tempat
rekreasi , hingga sajian kuliner yang beragam dan wajib untuk dicoba.
Pacitan yang dahulunya merupakan
cerminan kota sepi dan terpencil, kini berubah menjadi kota yang seakan tidak
pernah mati. Lalu-lintang arus kendaraan yang ramai dan bahkan seringnya dijumpai
kemacetan kecil telah mampu merubah pandangan bahwa Pacitan merupakan kota sunyi.
Pembangunan demi pembangunan, kemajuan demi kemajuan yang terkendali dan
terkontrol kian digalakkan oleh pemerintah. Pihak swasta-pun juga telah turut
serta dalam pembangunan di era kini.
Tetapi tahukah anda bahwa kota yang
mendapat julukan “ Kota Seribu Satu Goa “ ini, kini hampir menyerupai metropolitan?
Contoh kecil saja, di Jakarta tidak ada aktivitas yang menyangkut kebutuhan
manusia yang tidak menggunakan uang. MCK umum misalnya, dalam satu kali buang
air kecil dan air besar saja sudah dikenai biaya Rp 1.000,- / kepala
dan untuk satu kali mandi dikenai biaya Rp 2.000,- / kepala ( survey
pribadi tahun 2010). Sehingga acapkali terdengar pendapat “ Di Jakarta semua makek duit, yang engga’ makek duit cuman buang
angin doank”. Mungkin pendapat itu ada benarnya jika dikaitkan dengan
kenyataan yang ada di dalam paradigma kehidupan kota Jakarta.
Begitu juga dengan perekonomian
masyarakat. Ada pula pendapat “ Di
Jakarta, apa sih yang enggak laku dijual?? Ibaratnya, sampahpun bisa jadi makan.”
Dan pandangan semacam ini mungkin juga ada benarnya jika tirai ekonomi
masyarakat di buka. Contoh kecil saja, jika di daerah kota kecil kardus bekas
hanya dibuang atau di pendam saja, maka disana akan berubah menjadi lembaran
uang. Botol-botol aqua disulap menjadi mainan anak-anak yang kemudian dijual
demi rupiah. Makanan yang tergolong jajanan pasar juga masih laku
ditengah-tengah tandus tanah Ibukota.
Namun dibalik semua itu, kota besar
juga menyimpan sejuta rahasia, sejuta sifat manusia, sejuta kebaikan, dan sejuta
kejahatan. Sering dijumpai ketika menonton acara televisi yang menyajikan
berita tentang tindak kejahatan yang terjadi di ibukota. Mulai dari perampokan,
pencurian, pembunuhan, asusila, hingga narkoba dan konsumsi obat-obat terlarang
seperti yang terjadi di kalangan artis baru-baru ini. Disinilah letak sisi
gelap kota yang di siang matahari sekan tak mampu menyinari keseluruhan
wilayahnya, dan ketika malam tiba peran bintang yang berjuta-juta masih di
imbangi dengan milyaran percik lampu yang seakan hinggap di seluruh bagian kota
besar itu.
Paradigma seperti inilah mungkin
yang mengilhami kemajuan dan pembangunan kota Pacitan. Akan tetapi di ujung
kecil kehidupan, masyarakat Pacitan masih juga dililit kesulitan- kesulitan
ekonomi yang berarti. Tahukah anda tentang istilah “ peyek “? Ya, suatu jenis makanan ringan yang dapat pula digunakan
sebagai camilan santai dan lauk untuk makan. Wajarnya, peyek yang biasa dipakai
untuk hal tersebut umumnya terbuat dari tepung dan kacang, tepung dan ikan laut
kecil, serta tepung dan kedelai. Namun bagaimana dengan yang satu ini ?
Peyek Kepiting. Ya, kota Pacitan
juga kaya akan kepiting. Baik kepiting pantai maupun kepiting sungai. Peyek
kepiting memang jarang ditemukan dan jarang pula ada yang membuat karena jika
dilihat dari struktur fisiknya saja, kepiting mempunyai cangkang dan kaki-kaki
yang keras. Namun pengolahan dan pemberian adonan bumbu serta teknik memasak
yang tepat, membuat makanan ini laku di pasar. Banyak konsumen yang merasa “ketagihan” dengan makanan ini. Mereka
umumnya berpendapat peyek kepiting tersebut lezat dengan pemasakan yang kering
dan bumbu begitu terasa.
Tidak mudah proses pembuatan peyek
kepiting tersebut sehingga wajar bila untuk satu plastik kecil berisi 5-6 peyek kepiting ini dijual dengan
harga yang relative tinggi. Yakni Rp 2.500,- / plastik. Masakan ini tidak
tersedia di sembarang tempat walaupun status pemasarannya masih di area pasar.
Bagi pembaca yang ingin mencoba, peyek kepiting biasa dijajakan di sebuah pasar
tradisional yakni Pasar Sundeng yang terletak di Dusun Sundeng, Desa
Bangunsari, Kecamatan Pacitan. Lebih tepatnya, kanan jalan arah Pacitan –
Pringkuku, arah barat dari perempatan Bapangan. Bagi yang berminat, silahkan
untuk datang dan membeli diwaktu pagi karena biasanya terlambat siang sedikit
saja, maka persediaan mungkin tidak mencukupi.
Pacitan memang kota kecil, namun
perekonomian masyarakat disana tidak kalah dengan metropolitan dimana segalanya
mampu di sulap menjadi lembaran rupiah. Amazing. ( adit)